“Akhi jadi kan datang ke rumah ana hari ini?”, “Insya Allah jadi ukhti (saudari), ni lagi siap-siap”, begitu jawabku membalas sms dari seorang wanita, sebut saja namanya ukhti Juhari, yang mencoba memastikan kedatanganku bersama beberapa orang tua Gampoeng dan alim ulama pada hari H yang sudah kami sepakati sebelumnya.
Hari itu langit begitu cerah, secerah wajahku yang terus melempar senyum setiap menjumpai orang-orang di jalan-jalan. “Hai Izzuddin, mau kemana nich?”, tanya Mustafa, teman ngaji saya di Pesantren dulu yang kebetulan berpapasan saat kami mengisi bensin di samping bengkel Federal Service, “rencana ada hajatan besar Tgk, do’ain sukses ya?! Sahutku dengan senyuman yang terus mengembang di wajah. Dengan kondisi kereta yang hancur-hancuran, namun tidak menyurutkan semangatku untuk terus melaju menempuh perjalanan yang lumayan jauh, dari Matangkuli ke Panton Labu. Dibawah sengatan terik matahari siang itu kami terus melaju dengan kecepatan tinggi dengan harapan tiba tepat waktu.
Ada rasa kebahagiaan yang tiada tara di hatiku, bagaimana tidak, apa yang selama ini ku impikan mungkin akan segera menjadi kenyataan pikirku dengan penuh harap. Apalagi sesampai kami disana ternyata keluarga ukhti Juhari menyambut kami dengan sangat mulia, aneka makanan pun dihidangkan didepan kami. Keluarganya memang sangat bersahaja, “dari gaya mereka bertutur kata mungkin mereka memang orang-orang yang berpendidikan”, pikirku. Rumahnya sederhana, namun lebih bagus dari rumahku, di depannya berdiri sebuah Balai Pengajian tempat anak-anak di kampung itu belajar mengaji Alquran dan kitab-kitab lain.
Seusai acara makan-makan hari itu, salah seorang seorang alim ulama yang menyertai perjalanan kami tadi memulai pembicaraan terkait tujuan kedatangan kami yang bermaksud untuk ‘mengkhitbahi’ seorang putri di rumah itu. “Dengan izin Allah kami menerima khitbah putri kami dari pihak saudara, semoga niat baik kita diridhai oleh Allah”, begitu jawab abangnya yang mewakili pihak keluarga sebagai juru bicara. Dari cerita kemudian, saya ketahui bahwa abangnya bernama Rasyidin adalah seorang Ustazd yang yang faqih lagi zuhud, yang sudah menghabiskan umur sekitar 10 tahun untuk belajar Ilmu Agama di sebuah Pesantren di Aceh Timur.
Saat itu hati saya betul-betul gembira, selama ini saya bahkan sudah memasukkan agenda nikah sebagai suatu kewajiban syar’i yang harus saya laksanakan scepatnya. Hal ini tidak terlepas karena posisi saya sebagai penuntut Ilmu Agama yang meniscayakan saya untuk konsisten dalam kebaikan, agar saya bisa menjadi contoh bagi teman-teman dan masyarakat dalam mempelopori berbagai kebaikan di masyarakat, agar Allah menjaga hatiku supaya sesuai antara ucapan dan perbuatan saya, begitu azamku selama ini.
Apalagi akhir-akhir ini beberapa Mesjid di Kecamatan saya dan sekitarnya sudah mulai mempercayakan saya menjadi khatib shalat jum’at, hal ini tentunya semakin menggelorakan semangat saya untuk merubah status saya menjadi seorang Ustazd yang sekaligus sebagai seorang suami, saya pikir dalam hal ini ‘lebih cepat lebih baik’ meski umur saya baru 24 tahun, karena semakin cepat hati terjaga maka akan semakin mudah bagi kita untuk berusaha istiqamah dijalanNya. Meskipun akan dihadapkan kenadala ‘kesulitan ekonomi’ nantinya tapi saya sudah siap lahir batin, karena saya yakin kalau kita ingin menikah dengan tujuan menjaga hati, maka Allah akan memberi kita keluasan rizki untuk mewujudkan cita-cita mulia itu.
Jauh sebelum hari khitbah itu, kami sudah seiya-sekata dalam semua hal yang telah kami diskusikan. Hampir tidak ada perbedaan mencolok dari sisi pemikiran dan agenda-agenda kami ke depan nanti. Bahkan ukhti Juhari juga sudah sangat siap dengan konsekuensi jika setelah menikah nanti saya akan berangkat kuliah S-2 keluar Negeri, tempat para aktor film “KETIKA CINTA BETASBIH(KCB)” berakting, kuliah di Mesir memang sudah lama saya impikan, jauh sebelum film KCB dibuat, bahkan sebelum Novel fenomenal penggugah jiwa “AYAT-AYAT CINTA” diterbitkan. Beruntung saya memperoleh beasiswa dari Pemerintah Aceh, jadi saya pikir kesempatan ini tidak boleh disia-siakan, meskipun status saya sudah berkeluarga tekadku dalam hati tempo hari.
“Emang akhi pikir saya anak kecil?”, ucapnya ketika itu melalui pesan singkat menjawab tantanganku jika harus meninggalakan dia untuk melanjutkan study. Hampir tidak ada perbedaan diantara kami, bahkan kami sudah sangat saling memahami kondisi ekonomi masing-masing. Ukhti Juhari bekerja sebagai tenaga honorer di sebuah instansi pemerintah di Lhokseumawe , sementara saya tercatat sebagai Guru di sebuah Pesantren salafi di Matangkuli, pedalaman Aceh Utara.
Proses ta’arruf/perkenalan kami memang hanya lewat secarik kertas biodata diri kami beserta selembar foto close up masing-masing, dan hanya berjalan dalam tempo waktu yang sangat singkat, dan sekali pun kami belum pernah bertemu atau bertatap muka secara langsung, bahkan sampai semua cerita itu berakhir, mungkin juga sampai kehidupan dunia ini berakhir. Belum pernah bertemu saya pikir bukanlah sebuah masalah, toh pada akhirnya setelah nikah kami juga akan hidup bersama.
Sebenarnya waktu itu beberapa teman di Pesantren pernah mendesakku agar berjumpa dulu dengan dia sebelum melanjutkan ke proses selanjutnya, memang ada niat hati saya untuk minta jumpa(tentu saja bukan berdua saja). Tapi ketika saya mencoba menelpon ke no dia namun tidak ada yang angkat, mungkin ‘lagi sibuk’, gumamku dalam hati ketika itu!.
Akhirnya saya mengirim pesan singkat/sms ke no-nya mengutarakan niat hati ini untuk bertemu sebelum kami memutuskan bermusyawarah dengan keluarga kapan hari akadnya , “’afwan ukhti, bolehkah kita jumpa barang sekejap, agar tenanglah hati ini”, lalu ukhti Juhari menjawab, “akhi belum percaya sama ana?”. “bukan ukhti, ana cuma ingin mendiskusikan beberapa hal aja, gak pa2 kan?. “sabar akhi, insya Allah nanti kita akan ketemu, percayalah! Jawab ukhti Juhari kembali. “Oo ya udah gak pa2 juga ukhti, saya percya ukhti!” jawabku mengakhiri pesan singkat kami.
Meskipun niat saya gagal, namun sedikitpun kepercayaan saya berkurang, bahwa inilah akhwat/wanita terbaik yang saya cari selama ini. Bahkan saya tambah yakin dengan cerita-cerita teman dia guru pengajian pekanan saya bahwa ukhti Juhari orangnya sangat santun, dewasa dan relegius, hal ini pula yang semakin hari semakin menumbuhkan rasa cinta dihati saya. Untuk wajahnya dari pertama melihat foto bahkan saya sudah terpesona, mungkin lebih cantik dari artis di film KCB yang spektakuler itu, bahkan saya merasa malu tidak memiliki wajah seganteng bintang film AAC, tapi saya tetap bersyukur dan meyakini bahwa seorang wanita yang shalihah seperti ukhti Juhari tidak menilai sesuatu yang tidak abadi.
Beberpa pekan setelah hari khitbah itu, saya kembali menghubungi ukhti Juhari untuk mengkonfirmasikan keputusan keluarga kami untuk kembali mengunjungi keluarganya memastiakan kapan bisa dilaksanakan akad beserta berembuk untuk mencapai kesepakatan tentang jumlah mahar. Tapi anehnya, semenjak saat itu tidak ada telepon saya yang diangkat, hanya satu sms saya yang terjawab dari beberapa sms yang saya kirim, “akhi, mari kita bersujud simpuh memohon ampun kepadaNya atas semua kekhilafan kita, berapa banyak dosa tidak terduga telah kita perbuat, semoga Dia mengampuni kita, amiin!”
Sms itu saya baca berulang-ulang, seribu pertanyaan berkecamuk dipikiran saya, apa gerangan dosa yang telah saya perbuat, atau mungkin ada kata-kata saya yang telah membuat hatinya terluka. Jika “iya”, maka sungguh sangat jahatlah saya yang telah menyakiti seorang wanita yang begitu bersahaja. Beberapa hari kemudian, saya menjumpai guru pengajian saya, beliau sudah mendapat informasi dari Ustazah di Pengajian ukhti Juhari yang juga istri dari guru pengajian saya tadi. Akhirnya saya mendapati diri saya yang telah salah melangkah hingga ukhti Juhari berubah pendirian, saya baru menyadari kesalahan apa yang telah saya perbuat, semua sms “menanyain kabar” yang pernah saya kirim ternyata juga di forward langsung ke guru pengajiannya, hingga beliau juga bisa menilai bahwa tekad saya untuk menikah tidak lagi seratus persen karena Allah.
“maka pantaslah cinta saya gagal bertasbih….!!!, jeritku dalam hati.
Berlinanglah airmataku menyaksikan mega film “KETIKA CINTA BERTASBIH” yang awal bulan lalu diputar di Gedung Sosial. “Andai aku seperti Azzam” hayalku dalam hati. Namun saya juga berbangga, masih ada gadis-gadis Aceh yang memiliki ‘izzah begitu tinggi dalam menjaga diri dan kesucian niat dan hatinya, mungkin melebihi artis pemeran film KCB itu. Seperti ukhti Juhari misalnya. Meski hanya sedikit sekali… sangat sedikit.
Teuku Zulkhairi, Mahasiswa Pascasarjana IAIN Ar-Raniry Aceh
Hibis - Pembalut herbal ( Hub : 082136933808 ) FREE ONGKIR
HIBIS Bio Sanitary Napkins
Pembalut wanita yang diproduksi dengan memakai teknologi tinggi, yaitu “Bio Teknologi” bahan baku kapas, berkualitas tinggi, dan tidak mudah tembus, mengandung berbagai jenis herbal alami di dalamnya yang mempunyai khasiat tinggi. Hibis Bio Sanitary Napkins "PEMBALUT HERBAL" ( UNTUK ORDER SILAHKAN LANGSUNG HUB / SMS / WA/ LINE : 08970009855 ATAU BB : 73ED357D ) makasiiih... :)
Pembalut wanita yang diproduksi dengan memakai teknologi tinggi, yaitu “Bio Teknologi” bahan baku kapas, berkualitas tinggi, dan tidak mudah tembus, mengandung berbagai jenis herbal alami di dalamnya yang mempunyai khasiat tinggi. Hibis Bio Sanitary Napkins "PEMBALUT HERBAL" ( UNTUK ORDER SILAHKAN LANGSUNG HUB / SMS / WA/ LINE : 08970009855 ATAU BB : 73ED357D ) makasiiih... :)
Jumat, 07 Mei 2010
Selasa, 04 Mei 2010
3 pertanyaan
Ada seorang pemuda yang lama sekolah di luar negeri, kembali ke tanah air. Sesampainya di rumah ia meminta kepada orang tuanya untuk mencari seorang guru agama, kiyai atau siapa saja yang bisa menjawab 3 pertanyaannya. Akhirnya orang tua pemuda itu mendapatkan orang tersebut, seorang kiyai.
Pemuda: Anda siapa Dan apakah bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan saya?
Kiyai: Saya hamba Allah dan dengan izin-Nya saya akan menjawab pertanyaan anda.
Pemuda: Anda yakin? Sedangkan Profesor dan ramai orang yang pintar tidak mampu menjawab pertanyaan saya.
Kiyai: Saya akan mencoba sejauh kemampuan saya.
Pemuda: Saya ada 3 pertanyaan:
1.Kalau memang Tuhan itu ada,tunjukan wujud Tuhan kepada saya
2.Apakah yang dinamakan takdir
3.Kalau syaitan diciptakan dari api kenapa dimasukan ke neraka yang dibuat dari api, tentu tidak menyakitkan buat syaitan. Sebab mereka memiliki unsur yang sama. Apakah Tuhan tidak pernah berfikir sejauh itu?
Tiba-tiba kyai tersebut menampar pipi pemuda tadi dengan keras.
Pemuda: (sambil menahan sakit) Kenapa anda marah kepada saya?
Kiyai: Saya tidak marah...Tamparan itu adalah jawaban saya atas 3 pertanyaan yang anda ajukan kepada saya.
Pemuda: Saya sungguh-sungguh tidak mengerti.
Kiyai: Bagaimana rasanya tamparan saya?
Pemuda: Tentu saja saya merasakan sakit.
Kiyai: Jadi anda percaya bahawa sakit itu ada?
Pemuda: Ya!
Kiyai: Tunjukan pada saya wujud sakit itu!
Pemuda: Saya tidak bisa.
Kiyai: Itulah jawaban pertanyaan pertama...kita semua merasakan kewujudan Tuhan tanpa mampu melihat wujudnya.
Kiyai: Apakah tadi malam anda bermimpi akan ditampar oleh saya?
Pemuda: Tidak.
Kiyai: Apakah pernah terfikir oleh anda akan menerima tamparan dari saya hari ini?
Pemuda: Tidak.
Kiyai: Itulah yang dinamakan takdir.
Kiyai: Terbuat dari apa tangan yang saya gunakan untuk menampar anda?
Pemuda: Kulit.
Kiyai: Terbuat dari apa pipi anda?
Pemuda: Kulit.
Kiyai: Bagaimana rasanya tamparan saya?
Pemuda: Sakit.
Kiyai: Walaupun syaitan dijadikan dari api dan neraka juga terbuat dari api, jika Tuhan menghendaki maka neraka akan menjadi tempat yang menyakitkan untuk syaita
Pemuda: Anda siapa Dan apakah bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan saya?
Kiyai: Saya hamba Allah dan dengan izin-Nya saya akan menjawab pertanyaan anda.
Pemuda: Anda yakin? Sedangkan Profesor dan ramai orang yang pintar tidak mampu menjawab pertanyaan saya.
Kiyai: Saya akan mencoba sejauh kemampuan saya.
Pemuda: Saya ada 3 pertanyaan:
1.Kalau memang Tuhan itu ada,tunjukan wujud Tuhan kepada saya
2.Apakah yang dinamakan takdir
3.Kalau syaitan diciptakan dari api kenapa dimasukan ke neraka yang dibuat dari api, tentu tidak menyakitkan buat syaitan. Sebab mereka memiliki unsur yang sama. Apakah Tuhan tidak pernah berfikir sejauh itu?
Tiba-tiba kyai tersebut menampar pipi pemuda tadi dengan keras.
Pemuda: (sambil menahan sakit) Kenapa anda marah kepada saya?
Kiyai: Saya tidak marah...Tamparan itu adalah jawaban saya atas 3 pertanyaan yang anda ajukan kepada saya.
Pemuda: Saya sungguh-sungguh tidak mengerti.
Kiyai: Bagaimana rasanya tamparan saya?
Pemuda: Tentu saja saya merasakan sakit.
Kiyai: Jadi anda percaya bahawa sakit itu ada?
Pemuda: Ya!
Kiyai: Tunjukan pada saya wujud sakit itu!
Pemuda: Saya tidak bisa.
Kiyai: Itulah jawaban pertanyaan pertama...kita semua merasakan kewujudan Tuhan tanpa mampu melihat wujudnya.
Kiyai: Apakah tadi malam anda bermimpi akan ditampar oleh saya?
Pemuda: Tidak.
Kiyai: Apakah pernah terfikir oleh anda akan menerima tamparan dari saya hari ini?
Pemuda: Tidak.
Kiyai: Itulah yang dinamakan takdir.
Kiyai: Terbuat dari apa tangan yang saya gunakan untuk menampar anda?
Pemuda: Kulit.
Kiyai: Terbuat dari apa pipi anda?
Pemuda: Kulit.
Kiyai: Bagaimana rasanya tamparan saya?
Pemuda: Sakit.
Kiyai: Walaupun syaitan dijadikan dari api dan neraka juga terbuat dari api, jika Tuhan menghendaki maka neraka akan menjadi tempat yang menyakitkan untuk syaita
mangkuk yang cantik, madu dan sehelai rambut.
Rasulullah saw. dengan sahabat-sahabatnya seperti Abu Bakar r.a, Umar r.a, Utsman r.a, bertamu ke rumah Ali ra. Di rumah Ali ra, Istrinya Sayyidatina Fathimah r.a, putri Rasulullah saw menghidangkan untuk mereka madu yang diletakan di dalam sebuah mangkuk yang cantik, dan ketika semangkuk madu itu dihidangkan sehelai rambut terikut kedalamnya.
Baginda Rasulullah saw. kemudian meminta kesemua sahabatnya untuk membuat suatu perbandingan terhadap ketiga benda tersebut, mangkuk yang cantik, madu dan sehelai rambut.
Abubakar r.a. berkata : ”Iman itu lebih cantik dari pada mangkuk yang cantik ini, orang yang beriman itu lebih manis dari madu, dan mempertahankan iman lebih susah dari meniti sehelai rambut”.
Umar r.a berkata : ”Kerajaan itu lebih cantik dari pada mangkuk yang cantik ini, seorang raja lebih Manis dari madu, dan memerintah dengan adil itu lebih sulit dari meniti sehelai rambut”.
Utsma r.a berkata : ”Ilmu itu lebih cantik dari pada mangkuk yang cantik ini, orang yang menuntut ilmu itu lebih manis dari madu ini, dan beramal dengan ilmu yang dimiliki itu lebih sulit dari meniti sehelai rambut”.
Ali r.a berkata : ”Tamu itu lebih cantik dari mangkuk yang cantik ini, menjamu tamu itu lebih manis dari madu, dan membuat tamu senang sampai kembali pulang kerumahnya adalah lebih sulit dari meniti sehelai rambut”.
Fatimah r.a berkata : ”Seorang wanita itu lebih cantik dari sebuah mangkuk yang cantik, wanita yang berpurdah (menutup wajahnya) itu lebih manis dari madu, dan mendapatkan seoarang wanita yang tak pernah dilihat orang lain kecuali muhrimnya lebih sulit dari meniti sehelai rambut”.
Rasulullah saw. Berkata : ”Seorang yang mendapat taufiq untuk beramal adalah lebih cantik dari mangkuk yang cantik ini, beramal dengan amal baik itu lebih manis dari madu, dan berbuat amal dengan ikhlas adalah lebih susah dari meniti sehelai rambut”.
Malaikat Jibril A.S berkata :”Menegakan pilar-pilar agama itu lebih cantik dari mangkuk yang cantik, menyerahkan diri, harta, dan waktu untuk usaha agama lebih manis dari madu, dan mempertahankan usaha agama sampai akhir hayat lebih sulit dari meniti sehelai rambut.”
Allah SWT berfirman : ”Surga-Ku itu lebih cantik dari mangkuk yang cantik itu, nikmat surga-Ku itu lebih manis dari madu, dan jalan menuju surga-Ku adalah lebih sulit dari meniti sehelai rambut”.
Baginda Rasulullah saw. kemudian meminta kesemua sahabatnya untuk membuat suatu perbandingan terhadap ketiga benda tersebut, mangkuk yang cantik, madu dan sehelai rambut.
Abubakar r.a. berkata : ”Iman itu lebih cantik dari pada mangkuk yang cantik ini, orang yang beriman itu lebih manis dari madu, dan mempertahankan iman lebih susah dari meniti sehelai rambut”.
Umar r.a berkata : ”Kerajaan itu lebih cantik dari pada mangkuk yang cantik ini, seorang raja lebih Manis dari madu, dan memerintah dengan adil itu lebih sulit dari meniti sehelai rambut”.
Utsma r.a berkata : ”Ilmu itu lebih cantik dari pada mangkuk yang cantik ini, orang yang menuntut ilmu itu lebih manis dari madu ini, dan beramal dengan ilmu yang dimiliki itu lebih sulit dari meniti sehelai rambut”.
Ali r.a berkata : ”Tamu itu lebih cantik dari mangkuk yang cantik ini, menjamu tamu itu lebih manis dari madu, dan membuat tamu senang sampai kembali pulang kerumahnya adalah lebih sulit dari meniti sehelai rambut”.
Fatimah r.a berkata : ”Seorang wanita itu lebih cantik dari sebuah mangkuk yang cantik, wanita yang berpurdah (menutup wajahnya) itu lebih manis dari madu, dan mendapatkan seoarang wanita yang tak pernah dilihat orang lain kecuali muhrimnya lebih sulit dari meniti sehelai rambut”.
Rasulullah saw. Berkata : ”Seorang yang mendapat taufiq untuk beramal adalah lebih cantik dari mangkuk yang cantik ini, beramal dengan amal baik itu lebih manis dari madu, dan berbuat amal dengan ikhlas adalah lebih susah dari meniti sehelai rambut”.
Malaikat Jibril A.S berkata :”Menegakan pilar-pilar agama itu lebih cantik dari mangkuk yang cantik, menyerahkan diri, harta, dan waktu untuk usaha agama lebih manis dari madu, dan mempertahankan usaha agama sampai akhir hayat lebih sulit dari meniti sehelai rambut.”
Allah SWT berfirman : ”Surga-Ku itu lebih cantik dari mangkuk yang cantik itu, nikmat surga-Ku itu lebih manis dari madu, dan jalan menuju surga-Ku adalah lebih sulit dari meniti sehelai rambut”.
Hakikat Cinta
أحـبـك حـبـاً لـو تـحبين مـثـلــــــــــــه أصـابـك من وجـــدي عـلـى جـنـونــي
Aku sungguh mencintaimu dengan cinta yang jika kau merasakan cinta ini niscaya kau akan gila karenanya
أحـبـك كالـبـدر الـذي فـاض نـــــوره على فـيـح جـنـات و خـضـر تـــــلال
aku mencintaimu laksana bulan yang cahayanya menerangi taman nan luas dan bukit nan hijau..
أحـبـك حـتـى كـأن الـهـــــــــــــــــــــوى تـجـمـع و ارتـاح في أضـلــــــعـي
aku mencintaimu.. seakan-akan rasa cinta berkumpul dan merasakan ketenangan di tulang rusukku,,,
فـلـو كـان لي قـلـبـان عـشـت بـواحــد و أبـقـيـت قـلـبـاً في هـواك يـعـذب
kalaulah ku memiliki dua hati.. aku kan hidup dengan satu hati.. dan aku sisakan satu hatinya tertawan dengan mencintaimu..
سـحرتـني حبـيـبتي بـسواد عيونـهـــا إنـمـا السـحـر في سـواد الـعـيـــــــــــون
cintaku kau menyihirku dengan hitam matamu.. sesungguhnya sihir itu ada pada hitamnya mata..
نقل فؤادك حيث شئت من الهــــــــــوى ما الــحـب إلا لـلـحـبـيــــــــــب الأول
palingkanlah hatimu kepada siapa saja yang kau cinta.. tidaklah cinta kecuali kembali kepada cinta yang pertama..
janganlah kau berdusta atas nama cinta.. lalu kau lampiaskan cinta dengan syahwatmu.. jagalah hati dengan cinta Nya.. karena betapapun kita memalingkan hati, hanya kepada Nya lah kita kembali.. dan hanya Ia lah cinta Nya abadi..
kecantikan yang mempesonamu.. apalah artinya jika hanya menyesatkanmu.. jangan tertipu dengan bisik godaannya.. betapa banyak orang yang mengaku patah hati.. padahal cinta belum lah halal baginya.. lalu merenunglah ia dan menangisinya.. sudikah ia menangisi maksiatnya karena enggan menjauh darinya??
sesungguhnya cinta hakiki membawa kepada kebahagiaan abadi.. raihlah cinta yang berpahala.. cinta yang suci di atas perjanjian yang kuat.. Ia menggambarkannya sebagai “mitsaqon gholidzho”
“…Dan mereka (isteri-isterimu) telah mengambil dari kamu perjanjian yang kuat.” (An-Nisa: 21)
-allahummaghfirlii maa qoddamtu wa maa akh-khortu-
Aku sungguh mencintaimu dengan cinta yang jika kau merasakan cinta ini niscaya kau akan gila karenanya
أحـبـك كالـبـدر الـذي فـاض نـــــوره على فـيـح جـنـات و خـضـر تـــــلال
aku mencintaimu laksana bulan yang cahayanya menerangi taman nan luas dan bukit nan hijau..
أحـبـك حـتـى كـأن الـهـــــــــــــــــــــوى تـجـمـع و ارتـاح في أضـلــــــعـي
aku mencintaimu.. seakan-akan rasa cinta berkumpul dan merasakan ketenangan di tulang rusukku,,,
فـلـو كـان لي قـلـبـان عـشـت بـواحــد و أبـقـيـت قـلـبـاً في هـواك يـعـذب
kalaulah ku memiliki dua hati.. aku kan hidup dengan satu hati.. dan aku sisakan satu hatinya tertawan dengan mencintaimu..
سـحرتـني حبـيـبتي بـسواد عيونـهـــا إنـمـا السـحـر في سـواد الـعـيـــــــــــون
cintaku kau menyihirku dengan hitam matamu.. sesungguhnya sihir itu ada pada hitamnya mata..
نقل فؤادك حيث شئت من الهــــــــــوى ما الــحـب إلا لـلـحـبـيــــــــــب الأول
palingkanlah hatimu kepada siapa saja yang kau cinta.. tidaklah cinta kecuali kembali kepada cinta yang pertama..
janganlah kau berdusta atas nama cinta.. lalu kau lampiaskan cinta dengan syahwatmu.. jagalah hati dengan cinta Nya.. karena betapapun kita memalingkan hati, hanya kepada Nya lah kita kembali.. dan hanya Ia lah cinta Nya abadi..
kecantikan yang mempesonamu.. apalah artinya jika hanya menyesatkanmu.. jangan tertipu dengan bisik godaannya.. betapa banyak orang yang mengaku patah hati.. padahal cinta belum lah halal baginya.. lalu merenunglah ia dan menangisinya.. sudikah ia menangisi maksiatnya karena enggan menjauh darinya??
sesungguhnya cinta hakiki membawa kepada kebahagiaan abadi.. raihlah cinta yang berpahala.. cinta yang suci di atas perjanjian yang kuat.. Ia menggambarkannya sebagai “mitsaqon gholidzho”
“…Dan mereka (isteri-isterimu) telah mengambil dari kamu perjanjian yang kuat.” (An-Nisa: 21)
-allahummaghfirlii maa qoddamtu wa maa akh-khortu-
Hakikat Cinta
أحـبـك حـبـاً لـو تـحبين مـثـلــــــــــــه أصـابـك من وجـــدي عـلـى جـنـونــي
Aku sungguh mencintaimu dengan cinta yang jika kau merasakan cinta ini niscaya kau akan gila karenanya
أحـبـك كالـبـدر الـذي فـاض نـــــوره على فـيـح جـنـات و خـضـر تـــــلال
aku mencintaimu laksana bulan yang cahayanya menerangi taman nan luas dan bukit nan hijau..
أحـبـك حـتـى كـأن الـهـــــــــــــــــــــوى تـجـمـع و ارتـاح في أضـلــــــعـي
aku mencintaimu.. seakan-akan rasa cinta berkumpul dan merasakan ketenangan di tulang rusukku,,,
فـلـو كـان لي قـلـبـان عـشـت بـواحــد و أبـقـيـت قـلـبـاً في هـواك يـعـذب
kalaulah ku memiliki dua hati.. aku kan hidup dengan satu hati.. dan aku sisakan satu hatinya tertawan dengan mencintaimu..
سـحرتـني حبـيـبتي بـسواد عيونـهـــا إنـمـا السـحـر في سـواد الـعـيـــــــــــون
cintaku kau menyihirku dengan hitam matamu.. sesungguhnya sihir itu ada pada hitamnya mata..
نقل فؤادك حيث شئت من الهــــــــــوى ما الــحـب إلا لـلـحـبـيــــــــــب الأول
palingkanlah hatimu kepada siapa saja yang kau cinta.. tidaklah cinta kecuali kembali kepada cinta yang pertama..
janganlah kau berdusta atas nama cinta.. lalu kau lampiaskan cinta dengan syahwatmu.. jagalah hati dengan cinta Nya.. karena betapapun kita memalingkan hati, hanya kepada Nya lah kita kembali.. dan hanya Ia lah cinta Nya abadi..
kecantikan yang mempesonamu.. apalah artinya jika hanya menyesatkanmu.. jangan tertipu dengan bisik godaannya.. betapa banyak orang yang mengaku patah hati.. padahal cinta belum lah halal baginya.. lalu merenunglah ia dan menangisinya.. sudikah ia menangisi maksiatnya karena enggan menjauh darinya??
sesungguhnya cinta hakiki membawa kepada kebahagiaan abadi.. raihlah cinta yang berpahala.. cinta yang suci di atas perjanjian yang kuat.. Ia menggambarkannya sebagai “mitsaqon gholidzho”
“…Dan mereka (isteri-isterimu) telah mengambil dari kamu perjanjian yang kuat.” (An-Nisa: 21)
-allahummaghfirlii maa qoddamtu wa maa akh-khortu-
Aku sungguh mencintaimu dengan cinta yang jika kau merasakan cinta ini niscaya kau akan gila karenanya
أحـبـك كالـبـدر الـذي فـاض نـــــوره على فـيـح جـنـات و خـضـر تـــــلال
aku mencintaimu laksana bulan yang cahayanya menerangi taman nan luas dan bukit nan hijau..
أحـبـك حـتـى كـأن الـهـــــــــــــــــــــوى تـجـمـع و ارتـاح في أضـلــــــعـي
aku mencintaimu.. seakan-akan rasa cinta berkumpul dan merasakan ketenangan di tulang rusukku,,,
فـلـو كـان لي قـلـبـان عـشـت بـواحــد و أبـقـيـت قـلـبـاً في هـواك يـعـذب
kalaulah ku memiliki dua hati.. aku kan hidup dengan satu hati.. dan aku sisakan satu hatinya tertawan dengan mencintaimu..
سـحرتـني حبـيـبتي بـسواد عيونـهـــا إنـمـا السـحـر في سـواد الـعـيـــــــــــون
cintaku kau menyihirku dengan hitam matamu.. sesungguhnya sihir itu ada pada hitamnya mata..
نقل فؤادك حيث شئت من الهــــــــــوى ما الــحـب إلا لـلـحـبـيــــــــــب الأول
palingkanlah hatimu kepada siapa saja yang kau cinta.. tidaklah cinta kecuali kembali kepada cinta yang pertama..
janganlah kau berdusta atas nama cinta.. lalu kau lampiaskan cinta dengan syahwatmu.. jagalah hati dengan cinta Nya.. karena betapapun kita memalingkan hati, hanya kepada Nya lah kita kembali.. dan hanya Ia lah cinta Nya abadi..
kecantikan yang mempesonamu.. apalah artinya jika hanya menyesatkanmu.. jangan tertipu dengan bisik godaannya.. betapa banyak orang yang mengaku patah hati.. padahal cinta belum lah halal baginya.. lalu merenunglah ia dan menangisinya.. sudikah ia menangisi maksiatnya karena enggan menjauh darinya??
sesungguhnya cinta hakiki membawa kepada kebahagiaan abadi.. raihlah cinta yang berpahala.. cinta yang suci di atas perjanjian yang kuat.. Ia menggambarkannya sebagai “mitsaqon gholidzho”
“…Dan mereka (isteri-isterimu) telah mengambil dari kamu perjanjian yang kuat.” (An-Nisa: 21)
-allahummaghfirlii maa qoddamtu wa maa akh-khortu-
Cinta yang Memabukkan
ولا تسألني عن وطني فقد اقمته بين يديك ولا تسألني عن اسمي فقد نسيته عندما احببتك
Jangan kau tanya tanah airku, karena telah ku letakkan di hadapanmu.. jangan kau tanya namaku, karena aku telah lupa sejak mencintaimu..
احبك ..فكم تبقى من عمري ساعيشه بحبك؟
aku mencintaimu.. maka berapa banyak harus kuhabiskan umurku agar bisa hidup mencintaimu..
وكم تبقى من ليالي كي احلم بك فيه
Berapa banyak malam yang kulewati agar dapat memimpikanmu?
وكم سنة يجب ان اناديك كي تسمع نداءي ؟
Berapa tahun ku harus memanggilmu agak kau mendengar suaraku?
وكم سنة يجب ان ابكي كي تدرك حجم المي ؟
Berapa tahun ku harus menangis agar kau menyadari besarnya penderitaanku?
لماذا بين يدي ويديك سرب من الاسلاك لماذا حين اكون انا هنا تكوني انتي هناك
Mengapa tanganku dan tanganmu seperti terikat tali.. dan mengapa kau selalu ada dimanapun ku berada..
ربما يبيع الانسان شيئا قد شراه لكن لا يبيع قلباً قد هواه
barangkali manusia bisa menjual sesuatu yang telah dibeli.. namun ia tak dapat menjual hati yang ia cintai
untukmu kekasih hatiku.. tidaklah aku melihatmu kecuali kebahagiaan menghiasiku.. hiasilah hidupku dengan cintamu.. maka kan ku beri cinta yang lebih dari itu..
Beberapa syair dinukil dari “syair cinta dan rindu”, Hamsyah Sahr beberapa yang lain dari berbagai sumber.
Jangan kau tanya tanah airku, karena telah ku letakkan di hadapanmu.. jangan kau tanya namaku, karena aku telah lupa sejak mencintaimu..
احبك ..فكم تبقى من عمري ساعيشه بحبك؟
aku mencintaimu.. maka berapa banyak harus kuhabiskan umurku agar bisa hidup mencintaimu..
وكم تبقى من ليالي كي احلم بك فيه
Berapa banyak malam yang kulewati agar dapat memimpikanmu?
وكم سنة يجب ان اناديك كي تسمع نداءي ؟
Berapa tahun ku harus memanggilmu agak kau mendengar suaraku?
وكم سنة يجب ان ابكي كي تدرك حجم المي ؟
Berapa tahun ku harus menangis agar kau menyadari besarnya penderitaanku?
لماذا بين يدي ويديك سرب من الاسلاك لماذا حين اكون انا هنا تكوني انتي هناك
Mengapa tanganku dan tanganmu seperti terikat tali.. dan mengapa kau selalu ada dimanapun ku berada..
ربما يبيع الانسان شيئا قد شراه لكن لا يبيع قلباً قد هواه
barangkali manusia bisa menjual sesuatu yang telah dibeli.. namun ia tak dapat menjual hati yang ia cintai
untukmu kekasih hatiku.. tidaklah aku melihatmu kecuali kebahagiaan menghiasiku.. hiasilah hidupku dengan cintamu.. maka kan ku beri cinta yang lebih dari itu..
Beberapa syair dinukil dari “syair cinta dan rindu”, Hamsyah Sahr beberapa yang lain dari berbagai sumber.
Dimanakah DIA di Hatiku???
Pada saat Rasulullah saw dan Sayyidina Abu Bakar ra bersembunyi di gua Tsur, dalam perjalanan untuk hijrah ke Madinah, musuh-musuh Islam sudah berdiri dimuka bibir gua dan hampir menemui mereka, sehingga membuat Sayyidina Abu Bakar ra cemas. Ketika melihat gelagat Sayyidina Abu Bakar ra yang cemas, Rasulullah saw menenangkannya dengan berkata, “Jangan takut, Allah bersama kita.” Itulah kehebatan Rasulullah saw, Allah swt sentiasa di hatinya.
Sewaktu seorang tentara musuh hendak menyerang Rasulullah saw, lalu meletakkan pedang ke leher nabi Muhammad saw dan bertanya, “Siapa yang akan menyelamatkan kamu dariku?” Rasulullah saw dengan yakin menjawab, “Allah.” Mendengar jawaban itu, gementarlah orang itu dan pedangnya pun terlepas dari tangannya. Itulah kehebatan Rasulullah saw, selalu dan selalu ada DIA di hati Beliau.
Dikisahkan bahwa suatu ketika khalifah Umar bin Khaththab ra ingin menguji seorang budak gembala kambing di tengah sebuah padang pasir, “Boleh kau jualkan kepadaku seekor dari kambing-kambing yang banyak ini?” tanyanya kepada budak tersebut.
“Maaf tuan, tidak boleh. Kambing ini bukan saya yang punya. Ia milik tuan saya. Saya hanya diamanahkan untuk menjaganya saja.” Jawab budak itu.
“Kambing ini terlalu banyak dan tidak ada siapa-siapa selain aku dan kamu di sini, jika kau jual seekor kepadaku dan kau katakan kepada tuanmu bahwa kambing itu telah dimakan oleh srigala, tuanmu tidak akan mengetahuinya,” desak Sayyidina Umar ra lagi sengaja menguji.
“Kalau begitu, di mana Allah?” kata budak itu. Sayyidina Umar ra terdiam dan kagum dengan keimanan yang tinggi di dalam hati budak itu. Walaupun hanya seorang gembala kambing yang termasuk profesi bawahan, tetapi dengan kejujuran dan keimanannya dia punya kedudukan yang tinggi di sisi Allah. Jelas ada DIA di hatinya.
Suatu ketika yang lain, Sayyidina Khalid bin Walid ra diturunkan pangkatnya dari sebagai seorang jenderal menjadi seorang pasukan biasa oleh khalifah Umar ra. Esoknya, Sayyidina Khalid ra ke luar ke medan perang dengan semangat yang sama. Semangat jihadnya tetap membara walaupun telah diturunkan pangkatnya. Ketika ditanya mengapa, Sayyidina Khalid ra menjawab,“aku berjuang bukan kerana Umar.” Ya, Sayyidina Khalid ra berjuang karena Allah swt. Ada DIA di hatinya.
Melihat enekdot-enekdot agung itu, saya terkesima, lalu bertanya pada diriku sendiri, "dimanakah DIA di hatiku?", Apakah Allah senantiasa menjadi tempat bergantungnya harapan dan tempat merujuk dan membujuk hatiku yang rawan? Allah ciptakan manusia hanya dengan satu hati. Di sanalah sewajarnya cinta Allah bersemi. Jikalau cinta Allah yang bersinar, sirnalah segala cinta yang lain. Tetapi jika sebaliknya cinta selain-Nya yang bersemayam, maka cinta Allah akan terpinggir. Ketika itu tiada DIA di hatiku!
Sering diriku berbicara sendiri, bersendikan sedikit ilmu dan didikan dari guru-guru dalam hidupku, kata mereka (dan aku sangat yakin dengan kata itu), “Bila Allah ada di hatimu, kau seolah-olah memiliki segala-galanya. Itulah kekayaan, ketenangan dan kebahagiaan yang hakiki.”
Kata-kata itu sangat menghantui diriku. Ia menyebabkan aku berfikir, merenung dan termenung, apakah Allah telah menjadi tumpuan dalam hidupku? Apakah yang aku pikir, rasa, lakukan dan laksanakan sentiasa merujuk kepada-Nya? Bila berselisih antara kehendak-Nya dengan kehendakku, kehendak siapa yang saya dahulukan? Sanggupkah aku menyayangi hanya karena-Nya? Tegakah aku membenci juga karena-Nya?
Muhasabah ini semakin melebar lagi, Saya tanyakan pada diri, bagaimanakah sikapku terhadap hukum-hukum-Nya? Sudahkah aku melawan hawa nafsu untuk patuh dan melakukan segala yang wajib sekalipun pahit dan sakit ketika melaksanakannya? Sudahkah aku meninggalkan segala yang haram walaupun kelihatan indah dan seronok ketika ingin melakukannya?
Pertanyaan-pertanyaan ini sesungguhnya telah menimbulkan lebih banyak persoalan. Bukan lagi akal yang menjawabnya, tetapi rasa hati yang amat dalam. Aku tidak dapat mendustai-Mu, ya Allah. Dan Aku juga tidak dapat mendustai diriku sendiri. Di hatiku masih ada dua cinta yang bergolak dan berbolak-balik. Antara cinta Allah dan cinta dunia yang sedang berperang begitu hebat dan dahsyat sekali.
Jikalau Sahabat Mutiara Hati bertanya kepadaku, “adakah DIA di hati mu?”, Saya hanya mampu menjawab, “Saya seorang insan yang sedang bermujahadah agar ada DIA di hatiku. Saya belum sampai ke tahap mencintai-Nya, tetapi Saya yakin bahwa Saya telah memulai langkah untuk mencintai-Nya”. Justru belum ada DIA di hatiku, hidupku belum bahagia, belum tenang dan belum sejahtera. Saya akan terus mencari dengan langkah mujahadah ini. Saya yakin Allah itu dekat, pintu keampunan-Nya lebih luas daripada pintu kemurkaan-Nya. Selangkah Saya mendekat, seribu langkah DIA merapat.
Dan akhirnya Saya tiba pada satu keyakinan, di mana DIA di hatiku bukan menagih satu jawaban, tetapi satu perjuangan dan pengorbanan. InsyaAllah, Saya yakin pada suatu masa nanti akan ada DIA di hatiku dan di hati sahabat Mutiara Hati jua! InsyaAllah… Amin. Dan kita akan terus mengemis kasih pada-Nya,
Tuhan dulu pernah aku menagih simpati
Kepada manusia yang alpa jua buta
Lalu terheretlah aku dilorong gelisah
Luka hati yang berdarah kini jadi parah
Semalam sudah sampai kepenghujungnya
Kisah seribu duka ku harap sudah berlalu
Tak ingin lagi kuulangi kembali
Gerak dosa menhiris hati
Tuhan dosaku menggunung tinggi
Tapi rahmat-Mu melangit luas
Harga selautan syukurku
Hanyalah setitis nikmat-Mu di bumi
Tuhan walau taubat sering kumungkir
Namun pengampunan-Mu tak pernah bertepi
Bila selangkah kurapat pada-Mu
Seribu langkah Kau rapat padaKu
Sewaktu seorang tentara musuh hendak menyerang Rasulullah saw, lalu meletakkan pedang ke leher nabi Muhammad saw dan bertanya, “Siapa yang akan menyelamatkan kamu dariku?” Rasulullah saw dengan yakin menjawab, “Allah.” Mendengar jawaban itu, gementarlah orang itu dan pedangnya pun terlepas dari tangannya. Itulah kehebatan Rasulullah saw, selalu dan selalu ada DIA di hati Beliau.
Dikisahkan bahwa suatu ketika khalifah Umar bin Khaththab ra ingin menguji seorang budak gembala kambing di tengah sebuah padang pasir, “Boleh kau jualkan kepadaku seekor dari kambing-kambing yang banyak ini?” tanyanya kepada budak tersebut.
“Maaf tuan, tidak boleh. Kambing ini bukan saya yang punya. Ia milik tuan saya. Saya hanya diamanahkan untuk menjaganya saja.” Jawab budak itu.
“Kambing ini terlalu banyak dan tidak ada siapa-siapa selain aku dan kamu di sini, jika kau jual seekor kepadaku dan kau katakan kepada tuanmu bahwa kambing itu telah dimakan oleh srigala, tuanmu tidak akan mengetahuinya,” desak Sayyidina Umar ra lagi sengaja menguji.
“Kalau begitu, di mana Allah?” kata budak itu. Sayyidina Umar ra terdiam dan kagum dengan keimanan yang tinggi di dalam hati budak itu. Walaupun hanya seorang gembala kambing yang termasuk profesi bawahan, tetapi dengan kejujuran dan keimanannya dia punya kedudukan yang tinggi di sisi Allah. Jelas ada DIA di hatinya.
Suatu ketika yang lain, Sayyidina Khalid bin Walid ra diturunkan pangkatnya dari sebagai seorang jenderal menjadi seorang pasukan biasa oleh khalifah Umar ra. Esoknya, Sayyidina Khalid ra ke luar ke medan perang dengan semangat yang sama. Semangat jihadnya tetap membara walaupun telah diturunkan pangkatnya. Ketika ditanya mengapa, Sayyidina Khalid ra menjawab,“aku berjuang bukan kerana Umar.” Ya, Sayyidina Khalid ra berjuang karena Allah swt. Ada DIA di hatinya.
Melihat enekdot-enekdot agung itu, saya terkesima, lalu bertanya pada diriku sendiri, "dimanakah DIA di hatiku?", Apakah Allah senantiasa menjadi tempat bergantungnya harapan dan tempat merujuk dan membujuk hatiku yang rawan? Allah ciptakan manusia hanya dengan satu hati. Di sanalah sewajarnya cinta Allah bersemi. Jikalau cinta Allah yang bersinar, sirnalah segala cinta yang lain. Tetapi jika sebaliknya cinta selain-Nya yang bersemayam, maka cinta Allah akan terpinggir. Ketika itu tiada DIA di hatiku!
Sering diriku berbicara sendiri, bersendikan sedikit ilmu dan didikan dari guru-guru dalam hidupku, kata mereka (dan aku sangat yakin dengan kata itu), “Bila Allah ada di hatimu, kau seolah-olah memiliki segala-galanya. Itulah kekayaan, ketenangan dan kebahagiaan yang hakiki.”
Kata-kata itu sangat menghantui diriku. Ia menyebabkan aku berfikir, merenung dan termenung, apakah Allah telah menjadi tumpuan dalam hidupku? Apakah yang aku pikir, rasa, lakukan dan laksanakan sentiasa merujuk kepada-Nya? Bila berselisih antara kehendak-Nya dengan kehendakku, kehendak siapa yang saya dahulukan? Sanggupkah aku menyayangi hanya karena-Nya? Tegakah aku membenci juga karena-Nya?
Muhasabah ini semakin melebar lagi, Saya tanyakan pada diri, bagaimanakah sikapku terhadap hukum-hukum-Nya? Sudahkah aku melawan hawa nafsu untuk patuh dan melakukan segala yang wajib sekalipun pahit dan sakit ketika melaksanakannya? Sudahkah aku meninggalkan segala yang haram walaupun kelihatan indah dan seronok ketika ingin melakukannya?
Pertanyaan-pertanyaan ini sesungguhnya telah menimbulkan lebih banyak persoalan. Bukan lagi akal yang menjawabnya, tetapi rasa hati yang amat dalam. Aku tidak dapat mendustai-Mu, ya Allah. Dan Aku juga tidak dapat mendustai diriku sendiri. Di hatiku masih ada dua cinta yang bergolak dan berbolak-balik. Antara cinta Allah dan cinta dunia yang sedang berperang begitu hebat dan dahsyat sekali.
Jikalau Sahabat Mutiara Hati bertanya kepadaku, “adakah DIA di hati mu?”, Saya hanya mampu menjawab, “Saya seorang insan yang sedang bermujahadah agar ada DIA di hatiku. Saya belum sampai ke tahap mencintai-Nya, tetapi Saya yakin bahwa Saya telah memulai langkah untuk mencintai-Nya”. Justru belum ada DIA di hatiku, hidupku belum bahagia, belum tenang dan belum sejahtera. Saya akan terus mencari dengan langkah mujahadah ini. Saya yakin Allah itu dekat, pintu keampunan-Nya lebih luas daripada pintu kemurkaan-Nya. Selangkah Saya mendekat, seribu langkah DIA merapat.
Dan akhirnya Saya tiba pada satu keyakinan, di mana DIA di hatiku bukan menagih satu jawaban, tetapi satu perjuangan dan pengorbanan. InsyaAllah, Saya yakin pada suatu masa nanti akan ada DIA di hatiku dan di hati sahabat Mutiara Hati jua! InsyaAllah… Amin. Dan kita akan terus mengemis kasih pada-Nya,
Tuhan dulu pernah aku menagih simpati
Kepada manusia yang alpa jua buta
Lalu terheretlah aku dilorong gelisah
Luka hati yang berdarah kini jadi parah
Semalam sudah sampai kepenghujungnya
Kisah seribu duka ku harap sudah berlalu
Tak ingin lagi kuulangi kembali
Gerak dosa menhiris hati
Tuhan dosaku menggunung tinggi
Tapi rahmat-Mu melangit luas
Harga selautan syukurku
Hanyalah setitis nikmat-Mu di bumi
Tuhan walau taubat sering kumungkir
Namun pengampunan-Mu tak pernah bertepi
Bila selangkah kurapat pada-Mu
Seribu langkah Kau rapat padaKu
Langganan:
Postingan (Atom)